Kamis, 01 Januari 2009

kisah/kejadian ANEH ! Seorang Pendeta Masuk Islam

Mungkin kisah ini terasa sangat aneh bagi mereka yang
belum pernah bertemu dengan orangnya atau langsung
melihat dan mendengar penuturannya. Kisah yang mungkin
hanya terjadi dalam cerita fiktif, namun menjadi
kenyataan. Hal itu tergambar dengan kata-kata yang
diucapkan oleh si pemilik kisah yang sedang duduk di
hadapanku mengisahkan tentang dirinya. Untuk
mengetahui kisahnya lebih lanjut dan mengetahui
kejadian-kejadian yang menarik secara komplit, biarkan
aku menemanimu untuk bersama-sama menatap ke arah
Johannesburg, kota bintang emas nan kaya di negara
Afrika Selatan di mana aku pernah bertugas sebagai
pimpinan cabang kantor Rabithah al-'Alam al-Islami di
sana.

Pada tahun 1996, di sebuah negara yang sedang
mengalami musim dingin, di siang hari yang mendung,
diiringi hembusan angin dingin yang menusuk tulang,
aku menunggu seseorang yang berjanji akan menemuiku.
Istriku sudah mempersiapkan santapan siang untuk
menjamu sang tamu yang terhormat. Orang yang aku
tunggu dulunya adalah seorang yang mempunyai hubungan
erat dengan Presiden Afrika Selatan Nelson Mandela. Ia
seorang misionaris penyebar dan pendakwah agama
Nasrani. Ia seorang pendeta, namanya ‘Sily.’ Aku dapat
bertemu dengannya melalui perantaraan sekretaris
kantor Rabithah yang bernama Abdul Khaliq Matir, di
mana ia mengabarkan kepada-ku bahwa seorang pendeta
ingin datang ke kantor Rabithah hendak membicarakan
perkara penting.

Tepat pada waktu yang telah dijanjikan, pendeta
tersebut datang bersama temannya yang bernama
Sulaiman. Sulaiman adalah salah seorang anggota sebuah
sasana tinju setelah ia memeluk Islam, selepas
bertanding dengan seorang petinju muslim terkenal,
Muhammad Ali. Aku menyambut keda-tangan mereka di
kantorku dengan perasaan yang sangat gembira. Sily
seorang yang berpostur tubuh pendek, berkulit sangat
hitam dan mudah tersenyum. Ia duduk di depanku dan
berbicara denganku dengan lemah lembut. Aku katakan,
"Saudara Sily bolehkah kami mendengar kisah
keislamanmu?" ia tersenyum dan berkata, "Ya, tentu
saja boleh."

Pembaca yang mulia, dengar dan perhatikan apa yang
telah ia ceritakan kepadaku, kemudian setelah itu,
silahkan beri penilaian.!

Sily berkata, "Dulu aku seorang pendeta yang sangat
militan. Aku berkhidmat untuk gereja dengan segala
kesungguhan. Tidak hanya sampai di situ, aku juga
salah seorang aktifis kristenisasi senior di Afrika
Selatan. Karena aktifitasku yang besar maka Vatikan
memilihku untuk menjalankan program kristenisasi yang
mereka subsidi. Aku mengambil dana Vatikan yang sampai
kepadaku untuk menjalankan program tersebut. Aku
mempergunakan segala cara untuk mencapai targetku. Aku
melakukan berbagai kunjungan rutin ke
madrasah-madrasah, sekolah-sekolah yang terletak di
kampung dan di daerah pedalaman. Aku memberikan dana
tersebut dalam bentuk sumbangan, pemberian, sedekah
dan hadiah agar dapat mencapai targetku yaitu
memasukkan masyarakat ke dalam agama Kristen. Gereja
melimpahkan dana tersebut kepadaku sehingga aku
menjadi seorang hartawan, mempunyai rumah mewah, mobil
dan gaji yang tinggi. Posisiku melejit di antara
pendeta-pendeta lainnya.

Pada suatu hari, aku pergi ke pusat pasar di kotaku
untuk membeli beberapa hadiah. Di tempat itulah
bermula sebuah perubahan!

Di pasar itu aku bertemu dengan seseorang yang memakai
kopiah. Ia pedagang berbagai hadiah. Waktu itu aku
mengenakan pakaian jubah pendeta berwarna putih yang
merupakan ciri khas kami. Aku mulai menawar harga yang
disebutkan si penjual. Dari sini aku mengetahui bahwa
ia seorang muslim. Kami menyebutkan agama Islam yang
ada di Afrika selatan dengan sebutan ‘agama orang
Arab.’ Kami tidak menyebutnya dengan sebutan Islam.
Aku pun membeli berbagai hadiah yang aku inginkan.
Sulit bagi kami menjerat orang-orang yang lurus dan
mereka yang konsiten dengan agamanya, sebagaimana yang
telah berhasil kami tipu dan kami kristenkan dari
kalangan orang-orang Islam yang miskin di Afrika
Selatan.

Si penjual muslim itu bertanya kepadaku, "Bukankah
anda seorang pendeta?" Aku jawab, "Benar." Lantas ia
bertanya kepadaku, "Siapa Tuhanmu?" Aku katakan,
"Al-Masih." Ia kembali berkata, "Aku menantangmu, coba
datangkan satu ayat di dalam Injil yang menyebutkan
bahwa al-Masih AS berkata, 'Aku adalah Allah atau aku
anak Allah. Maka sembahlah aku'." Ucapan muslim
tersebut bagaikan petir yang menyambar kepalaku. Aku
tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut. Aku berusaha
membuka-buka kembali catatanku dan mencarinya di dalam
kitab-kitab Injil dan kitab Kristen lainnya untuk
menemukan jawaban yang jelas terhadap pertanyaan
lelaki tersebut. Namun aku tidak menemukannya. Tidak
ada satu ayat pun yang men-ceritakan bahwa al-Masih
berkata bahwa ia adalah Allah atau anak Allah. Lelaki
itu telah menjatuhkan mentalku dan menyulitkanku. Aku
ditimpa sebuah bencana yang membuat dadaku sempit.
Bagaimana mungkin pertanyaan seperti ini tidak pernah
terlintas olehku? Lalu aku tinggalkan lelaki itu
sambil menundukkan wajah. Ketika itu aku sadar bahwa
aku telah berjalan jauh tanpa arah. Aku terus berusaha
mencari ayat-ayat seperti ini, walau bagaimanapun
rumitnya. Namun aku tetap tidak mampu, aku telah
kalah.

Aku pergi ke Dewan Gereja dan meminta kepada para
anggota dewan agar berkumpul. Mereka menyepakatinya.
Pada pertemuan tersebut aku mengabarkan kepada mereka
tentang apa yang telah aku dengar. Tetapi mereka malah
menyerangku dengan ucapan, "Kamu telah ditipu orang
Arab. Ia hanya ingin meyesatkanmu dan memasukkan kamu
ke dalam agama orang Arab." Aku katakan, "Kalau
begitu, coba beri jawabannya!" Mereka membantah
pertanyaan seperti itu namun tak seorang pun yang
mampu memberikan jawaban.

Pada hari minggu, aku harus memberikan pidato dan
pelajaranku di gereja. Aku berdiri di depan orang
banyak untuk memberikan wejangan. Namun aku tidak
sanggup melakukannya. Sementara para hadirin merasa
aneh, karena aku berdiri di hadapan mereka tanpa
mengucapkan sepatah katapun. Aku kembali masuk ke
dalam gereja dan meminta kepada temanku agar ia
menggantikan tempatku. Aku katakan bahwa aku sedang
sakit. Padahal jiwaku hancur luluh.

Aku pulang ke rumah dalam keadaan bingung dan cemas.
Lalu aku masuk dan duduk di sebuah ruangan kecil.
Sambil menangis aku menengadahkan pandanganku ke
langit seraya berdoa. Namun kepada siapa aku berdoa.
Kemudian aku berdoa kepada Dzat yang aku yakini bahwa
Dia adalah Allah Sang Maha Pencipta, "Ya Tuhanku...
Wahai Dzat yang telah men-ciptakanku... sungguh telah
tertutup semua pintu di hadapanku kecuali pintuMu...
Janganlah Engkau halangi aku mengetahui kebenaran...
manakah yang hak dan di manakah kebenaran? Ya
Tuhanku... jangan Engkau biarkan aku dalam
kebimbangan... tunjukkan kepadaku jalan yang hak dan
bimbing aku ke jalan yang benar..." lantas akupun
tertidur.

Di dalam tidur, aku melihat diriku sedang berada di
sebuah ruangan yang sangat luas. Tidak ada seorang pun
di dalamnya kecuali diriku. Tiba-tiba di tengah
ruangan tersebut muncul seorang lelaki. Wajah orang
itu tidak begitu jelas karena kilauan cahaya yang
terpancar darinya dan dari sekelilingnya. Namun aku
yakin bahwa cahaya tersebut muncul dari orang
tersebut. Lelaki itu memberi isyarat kepadaku dan
memanggil, "Wahai Ibrahim!" Aku menoleh ingin
mengetahui siapa Ibrahim, namun aku tidak menjumpai
siapa pun di ruangan itu. Lelaki itu berkata, "Kamu
Ibrahim... kamulah yang bernama Ibrahim. Bukankah
engkau yang memohon petunjuk kepada Allah?" Aku jawab,
"Benar." Ia berkata, "Lihat ke sebelah kananmu!" Maka
akupun menoleh ke kanan dan ternyata di sana ada
sekelompok orang yang sedang memanggul barang-barang
mereka dengan mengenakan pakaian putih dan bersorban
putih. Ikutilah mereka agar engkau mengetahui
kebenaran!" Lanjut lelaki itu.

Kemudian aku terbangun dari tidurku. Aku merasakan
sebuah kegembiraan menyelimutiku. Namun aku belum juga
memperoleh ketenangan ketika muncul pertanyaan, di
mana gerangan kelompok yang aku lihat di dalam
mimipiku itu berada.

Aku bertekad untuk melanjutkannya dengan berkelana
mencari sebuah kebenaran, sebagaimana ciri-ciri yang
telah diisyaratkan dalam mimpiku. Aku yakin ini semua
merupakan petunjuk dari Allah SWT. Kemudian aku minta
cuti kerja dan mulai melakukan perjalanan panjang yang
memaksaku untuk berkeliling di beberapa kota mencari
dan bertanya di mana orang-orang yang memakai pakaian
dan sorban putih berada. Telah panjang perjalanan dan
pencarianku. Setiap aku menjumpai kaum muslimin,
mereka hanya memakai celana panjang dan kopiah. Hingga
akhirnya aku sampai di kota Johannesburg.

Di sana aku mendatangi kantor penerima tamu milik
Lembaga Muslim Afrika. Di rumah itu aku bertanya
kepada pegawai penerima tamu tentang jamaah tersebut.
Namun ia mengira bahwa aku seorang peminta-minta dan
memberikan sejumlah uang. Aku katakan, "Bukan ini yang
aku minta. Bukankah kalian mempunyai tempat ibadah
yang dekat dari sini? Tolong tunjukkan masjid yang
terdekat." Lalu aku mengikuti arahannya dan aku
terkejut ketika melihat seorang lelaki berpakaian dan
bersorban putih sedang berdiri di depan pintu.

Aku sangat girang, karena ciri-cirinya sama seperti
yang aku lihat dalam mimpi. Dengan hati yang
berbunga-bunga, aku mendekati orang tersebut. Sebelum
aku mengatakan sepatah kata, ia terlebih dahulu
berkata, "Selamat datang ya Ibrahim!" Aku terperanjat
mendengarnya. Ia mengetahui namaku sebelum aku
memperkenalkannya. Lantas ia melanjutkan ucapan-nya,
"Aku melihatmu di dalam mimpi bahwa engkau sedang
mencari-cari kami. Engkau hendak mencari kebenaran?
Kebenaran ada pada agama yang diridhai Allah untuk
hamba-Nya yaitu Islam." Aku katakan, "Benar. Aku
sedang mencari kebenaran yang telah ditunjukkan oleh
lelaki bercahaya dalam mimpiku, agar aku mengikuti
sekelompok orang yang berpakaian seperti busana yang
engkau kenakan. Tahukah kamu siapa lelaki yang aku
lihat dalam mimpiku itu?" Ia menjawab, "Dia adalah
Nabi kami Muhammad, Nabi agama Islam yang benar,
Rasulullah SAW." Sulit bagiku untuk mempercayai apa
yang terjadi pada diriku. Namun langsung saja aku
peluk dia dan aku katakan kepadanya, "Benarkah lelaki
itu Rasul dan Nabi kalian yang datang menunjukiku
agama yang benar?" Ia berkata, "Benar."

Ia lalu menyambut kedatanganku dan memberikan ucapan
selamat karena Allah telah memberiku hidayah
kebenaran. Kemudian datang waktu shalat zhuhur. Ia
mempersilahkanku duduk di tempat paling belakang dalam
masjid dan ia pergi untuk melaksanakan shalat bersama
jamaah yang lain. Aku memperhatikan kaum muslimin
banyak memakai pakaian seperti yang dipakainya. Aku
melihat mereka rukuk dan sujud kepada Allah. Aku
berkata dalam hati, "Demi Allah, inilah agama yang
benar. Aku telah membaca dalam berbagai kitab bahwa
para nabi dan rasul meletakkan dahinya di atas tanah
sujud kepada Allah." Setelah mereka shalat, jiwaku
mulai merasa tenang dengan fenomena yang aku lihat.
Aku berucap dalam hati, "Demi Allah sesungguhnya Allah
SAW telah menunjukkan kepadaku agama yang benar."
Seorang muslim memanggilku agar aku mengumumkan
keislamanku. Lalu aku mengucapkan dua kalimat syahadat
dan aku menangis sejadi-jadinya karena gembira telah
mendapat hidayah dari Allah SWT.

Kemudian aku tinggal bersamanya untuk mempelajari
Islam dan aku pergi bersama mereka untuk melakukan
safari dakwah dalam waktu beberapa lama. Mereka
mengunjungi semua tempat, mengajak manusia kepada
agama Islam. Aku sangat gembira ikut bersama mereka.
Aku dapat belajar shalat, puasa, tahajjud, doa,
kejujuran dan amanah dari mereka. Aku juga belajar
dari mereka bahwa seorang muslim diperintahkan untuk
menyampaikan agama Allah dan bagaimana menjadi seorang
muslim yang mengajak kepada jalan Allah serta
berdakwah dengan hikmah, sabar, tenang, rela berkorban
dan berwajah ceria.

Setelah beberapa bulan kemudian, aku kembali ke
kotaku. Ternyata keluarga dan teman-temanku sedang
mencari-cariku. Namun ketika melihat aku kembali
memakai pakaian Islami, mereka mengingkarinya dan
Dewan Gereja meminta kepadaku agar diadakan sidang
darurat. Pada pertemuan itu mereka mencelaku karena
aku telah meninggalkan agama keluarga dan nenek moyang
kami. Mereka berkata kepadaku, "Sungguh kamu telah
tersesat dan tertipu dengan agama orang Arab." Aku
katakan, "Tidak ada seorang pun yang telah menipu dan
menyesatkanku. Sesungguhnya Rasulullah Muhammad SAW
datang kepadaku dalam mimpi untuk menunjukkan
kebenaran dan agama yang benar yaitu agama Islam.
Bukan agama orang Arab sebagaimana yang kalian
katakan. Aku mengajak kalian kepada jalan yang benar
dan memeluk Islam." Mereka semua terdiam.

Kemudian mereka mencoba cara lain, yaitu membujukku
dengan memberikan harta, kekuasaan dan pangkat. Mereka
berkata, "Sesungguhnya Vatikan me-mintamu untuk
tinggal bersama mereka selama enam bulan untuk
menyerahkan uang panjar pembelian rumah dan mobil baru
untukmu serta memberimu kenaikan gaji dan pangkat
tertinggi di gereja."

Semua tawaran tersebut aku tolak dan aku katakan
kepada mereka, "Apakah kalian akan menyesatkanku
setelah Allah memberiku hidayah? Demi Allah aku takkan
pernah melakukannya walaupun kalian memenggal
leherku." Kemudian aku menasehati mereka dan kembali
mengajak mereka ke agama Islam. Maka masuk Islamlah
dua orang dari kalangan pendeta.

Alhamdulillah, Setelah melihat tekadku tersebut,
mereka menarik semua derajat dan pangkatku. Aku merasa
senang dengan itu semua, bahkan tadinya aku ingin agar
penarikan itu segera dilakukan. Kemudian aku
mengembalikan semua harta dan tugasku kepada mereka
dan akupun pergi meninggalkan mereka,” Sily mengakhiri
kisahnya.

Kisah masuk Islam Ibrahim Sily yang ia ceritakan
sendiri kepadaku di kantorku, disaksikan oleh Abdul
Khaliq sekretaris kantor Rabithah Afrika dan dua orang
lainnya. Pendeta sily sekarang dipanggil dengan Da’i
Ibrahim Sily berasal dari kabilah Kuza Afrika Selatan.
Aku mengundang pendeta Ibrahim -maaf- Da’i Ibrahim
Sily makan siang di rumahku dan aku laksanakan apa
yang diwajibkan dalam agamaku yaitu memuliakannya,
kemudian ia pun pamit. Setelah pertemuan itu aku pergi
ke Makkah al-Mukarramah untuk melaksanakan suatu
tugas. Waktu itu kami sudah mendekati persiapan
seminar Ilmu Syar'i I yang akan diadakan di kota Cape
Town. Lalu aku kembali ke Afrika Selatan tepatnya ke
kota Cape Town.

Ketika aku berada di kantor yang telah disiapkan untuk
kami di Ma'had Arqam, Dai Ibrahim Sily mendatangiku.
Aku langsung mengenalnya dan aku ucapkan salam
untuknya dan bertanya, "Apa yang kamu lakukan disini
wahai Ibrahim.?" Ia menjawab, "Aku sedang mengunjungi
tempat-tempat di Afrika Selatan untuk berdakwah kepada
Allah. Aku ingin mengeluarkan masyarakat negeriku dari
api neraka, mengeluarkan mereka dari jalan yang gelap
ke jalan yang terang dengan memasukkan mereka ke dalam
agama Islam."

Setelah Ibrahim selesai mengisahkan kepada kami bahwa
perhatiannya sekarang hanya tertumpah untuk dakwah
kepada agama Allah, ia meninggalkan kami menuju suatu
daerah... medan dakwah yang penuh dengan pengorbanan
di jalan Allah. Aku perhatikan wajahnya berubah dan
pakaiannya bersinar. Aku heran ia tidak meminta
bantuan dan tidak menjulurkan tangannya meminta
sumbangan. Aku merasakan ada yang mengalir di pipiku
yang membangkitkan perasaan aneh. Perasaan ini
seakan-akan berbicara kepadaku, "Kalian manusia yang
mempermainkan dakwah, ti-dakkah kalian perhatikan para
mujahid di jalan Allah!"

Benar wahai sudaraku. Kami telah tertinggal... kami
berjalan lamban... kami telah tertipu dengan kehidupan
dunia, sementara orang-orang yang seperti Da’i Ibrahim
Sily, Da’i berbangsa Spanyol Ahmad Sa'id berkorban,
berjihad dan bertempur demi menyampaikan agama ini. Ya
Rabb rahmatilah kami.






Tidak ada komentar: